Purwokerto, 7 Juli 2025 – Di tengah kondisi ekonomi yang menunjukkan tren perlambatan dan kebijakan suku bunga acuan yang masih bertahan di level tinggi, lembaga keuangan cenderung meningkatkan kewaspadaan mereka. Fenomena ini berujung pada pengetatan standar penyaluran kredit, sebuah kondisi yang membuat akses permodalan bagi UMKM terasa seperti memecahkan teka-teki yang rumit. Meningkatnya persepsi risiko kredit memaksa pelaku usaha untuk tidak lagi sekadar mengajukan pinjaman, tetapi harus menyusun strategi komprehensif agar proposal mereka dinilai layak dan meyakinkan.
Langkah pertama dalam strategi ini adalah memahami perspektif pemberi pinjaman. Saat risiko ekonomi meningkat, kekhawatiran utama kreditur adalah potensi kredit macet (NPL). Mereka akan meneliti dengan sangat saksama kemampuan calon debitur untuk menghasilkan arus kas yang stabil guna membayar angsuran. Oleh karena itu, UMKM harus mampu menjawab keraguan ini secara proaktif melalui data dan proyeksi yang solid. Menunjukkan pemahaman mendalam terhadap kondisi pasar dan memiliki rencana mitigasi risiko akan memberikan nilai tambah yang signifikan di mata analis kredit.
Strategi utama untuk menembus perbankan konvensional adalah dengan mentransformasi diri menjadi “debitur ideal”. Hal ini dimulai dengan memiliki pembukuan keuangan yang profesional. Laporan laba-rugi dan neraca yang rapi bukan lagi sekadar formalitas, melainkan bukti kredibilitas pengelolaan bisnis. Kedua, siapkan proposal bisnis yang kokoh, yang tidak hanya berisi permohonan dana, tetapi juga analisis pasar, strategi penggunaan dana yang jelas, dan proyeksi arus kas yang realistis untuk menunjukkan kemampuan bayar. Terakhir, pastikan riwayat kredit pribadi dan usaha bersih. Sebelum mengajukan, ada baiknya memeriksa skor kredit melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK untuk memastikan tidak ada catatan tunggakan yang dapat menghambat proses.
Mengingat ketatnya seleksi perbankan, UMKM harus cerdas menjelajahi alternatif pendanaan di luar bank. Platform fintech peer-to-peer (P2P) lending yang terdaftar di OJK dapat menjadi pilihan, khususnya bagi usaha yang memiliki rekam jejak transaksi digital yang kuat namun minim agunan fisik. Meskipun suku bunganya cenderung lebih tinggi, kecepatan dan fleksibilitas prosesnya menjadi daya tarik utama. Selain itu, program pinjaman yang didukung pemerintah seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) tetap menjadi opsi prioritas karena adanya subsidi bunga dan penjaminan dari pemerintah yang mengurangi risiko bagi bank penyalur. Bagi UMKM inovatif dengan potensi pertumbuhan tinggi, menjajaki modal ventura atau angel investor juga bisa menjadi jalur pendanaan, meski ini berarti merelakan sebagian kepemilikan saham.
Strategi pamungkas adalah penguatan permodalan internal atau bootstrapping. Sebelum mencari utang eksternal, maksimalkan potensi dari dalam. Ini dapat dilakukan dengan mengelola arus kas secara lebih efisien, misalnya dengan mempercepat siklus penagihan piutang dan menegosiasikan termin pembayaran yang lebih panjang kepada pemasok. Selain itu, melakukan efisiensi biaya operasional dan menginvestasikan kembali laba yang ditahan adalah bentuk pendanaan paling sehat dan bebas bunga.
Pada akhirnya, tidak ada peluru perak dalam memecahkan teka-teki permodalan saat ini. Kuncinya terletak pada kombinasi antara persiapan internal yang solid, presentasi yang profesional, dan keberanian untuk mendiversifikasi sumber pendanaan. UMKM yang mampu menunjukkan resiliensi dan pengelolaan keuangan yang baik akan tetap menonjol sebagai pilihan investasi yang menarik, bahkan di tengah iklim risiko kredit yang meningkat.