Selama beberapa dekade, Tiongkok memegang predikat sebagai “pabrik dunia”. Namun, lanskap ekonomi global sedang mengalami pergeseran tektonik. Kombinasi dari perang dagang, kenaikan biaya tenaga kerja di Tiongkok, dan gangguan rantai pasok akibat pandemi telah mendorong perusahaan-perusahaan multinasional untuk mengadopsi strategi baru yang dikenal sebagai “China Plus One”. Strategi ini berarti mereka tidak lagi menempatkan semua fasilitas produksinya di Tiongkok, melainkan mencari negara alternatif sebagai basis produksi kedua. Bagi Indonesia, dan khususnya bagi UMKM, ini adalah peluang emas yang tidak boleh dilewatkan.

Strategi “China Plus One” pada intinya adalah upaya diversifikasi untuk mengurangi risiko. Perusahaan global kini mencari mitra manufaktur di negara-rata lain di Asia Tenggara, dan Indonesia dengan sumber daya alam melimpah, bonus demografi, serta pasar domestik yang besar, menjadi salah satu kandidat utama. Peluang ini tidak hanya terbuka bagi korporasi besar, tetapi juga bagi UMKM yang mampu berperan sebagai bagian penting dari rantai pasok. Perusahaan multinasional tidak selalu memproduksi semua komponennya sendiri; mereka membutuhkan pemasok lokal untuk suku cadang, komponen pendukung, kemasan, hingga jasa logistik.

Bagi UMKM di sektor manufaktur, inilah saatnya untuk naik kelas. Sektor yang berpotensi besar untuk dilirik antara lain komponen otomotif, tekstil dan garmen, furnitur, serta produk elektronik sederhana. Untuk menangkap peluang ini, UMKM harus fokus pada dua hal utama: kualitas dan standarisasi. Perusahaan global memiliki standar kualitas (Quality Control) yang sangat ketat. Memperoleh sertifikasi internasional seperti ISO 9001 (Manajemen Mutu) bukan lagi sebuah kemewahan, melainkan sebuah prasyarat. Pemerintah dan asosiasi bisnis memegang peranan penting dalam memfasilitasi UMKM untuk mencapai standar ini.

Selain manufaktur, UMKM di sektor jasa juga kecipratan berkah. Relokasi atau ekspansi pabrik membutuhkan jasa konstruksi, katering untuk pekerja, penyediaan alat tulis kantor, hingga layanan kebersihan dan keamanan. Lebih jauh lagi, di era digital, kebutuhan akan pengembang perangkat lunak lokal, agensi pemasaran digital, dan penyedia solusi IT untuk mendukung operasional pabrik-pabrik baru ini juga akan meningkat pesat. Kuncinya adalah kemampuan UMKM untuk menawarkan layanan yang profesional, terukur, dan dapat diandalkan.

Tantangan seperti infrastruktur, birokrasi, dan kepastian hukum memang masih ada. Namun, momentum “China Plus One” sudah di depan mata. UMKM yang proaktif meningkatkan kualitas produk, mengurus sertifikasi, membangun jejaring, dan mengadopsi teknologi akan berada di posisi terdepapan untuk menyambut investasi yang masuk. Ini adalah kesempatan langka untuk mengintegrasikan UMKM Indonesia ke dalam panggung produksi global, mengubah status dari sekadar jagoan pasar domestik menjadi pemain penting dalam rantai pasok dunia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *