Purwokerto, 2 Juli 2025 – Memasuki paruh kedua tahun 2025, evaluasi terhadap kinerja perekonomian nasional pada semester pertama menunjukkan gambaran yang penuh tantangan. Di tengah target pertumbuhan ambisius yang dicanangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, realisasi di lapangan dihadapkan pada sejumlah hambatan struktural dan eksternal, dengan penyerapan anggaran pemerintah menjadi salah satu sorotan utamanya.
Pemerintah, di bawah kabinet yang telah berjalan lebih dari setengah tahun, menempatkan belanja negara sebagai salah satu motor utama untuk mengakselerasi pertumbuhan di tengah potensi perlambatan konsumsi swasta dan investasi. Namun, data hingga akhir Juni 2025 mengindikasikan bahwa laju belanja, khususnya belanja modal untuk proyek-proyek infrastruktur baru, belum mencapai kecepatan yang diharapkan. Para ekonom menilai kondisi ini disebabkan oleh beberapa faktor yang saling terkait.
Pertama, adanya fase transisi dan konsolidasi kebijakan dari pemerintahan baru yang memerlukan waktu untuk menerjemahkan program prioritas menjadi proyek-proyek yang siap dieksekusi. Proses lelang dan administrasi untuk proyek-proyek strategis baru sering kali memakan waktu lebih lama dari perkiraan, menyebabkan penumpukan realisasi belanja yang diperkirakan baru akan terjadi secara masif di Kuartal III dan IV.
Kedua, tantangan dari sisi penerimaan negara. Perlambatan ekonomi yang dipengaruhi oleh suku bunga tinggi secara global telah berdampak pada kinerja sektor korporasi. Hal ini secara tidak langsung memengaruhi capaian penerimaan pajak, baik PPh Badan maupun PPN. Pemerintah dihadapkan pada dilema antara mendorong stimulus melalui belanja atau menjaga defisit APBN tetap berada dalam batas aman di tengah potensi penerimaan yang tidak sekuat proyeksi awal.
Dampak dari keterlambatan belanja pemerintah ini terasa langsung pada sektor-sektor riil. Sektor konstruksi, industri bahan bangunan, serta sektor-sektor pendukung lainnya yang sangat bergantung pada proyek pemerintah mengalami pertumbuhan yang lebih moderat. Efek ganda (multiplier effect) dari belanja infrastruktur seperti penciptaan lapangan kerja dan peningkatan permintaan bahan baku lokal juga belum berjalan optimal, sehingga gagal memberikan dorongan yang cukup kuat untuk mengimbangi melemahnya daya beli masyarakat.
Menghadapi sisa tahun 2025, akselerasi menjadi kata kunci. Pemerintah dituntut untuk menyederhanakan birokrasi pencairan anggaran dan mempercepat eksekusi proyek yang telah direncanakan. Di sisi lain, menjaga kepercayaan investor melalui kebijakan yang konsisten dan reformasi struktural untuk memperbaiki iklim usaha tetap menjadi prioritas. Keberhasilan dalam mengeksekusi APBN di semester kedua tidak hanya akan menentukan tercapainya target pertumbuhan tahun ini, tetapi juga akan menjadi fondasi bagi kredibilitas dan momentum ekonomi pemerintah di tahun-tahun mendatang.
